INPS Japan
HomeLanguageIndonesianKonferensi PBB yang Bersejarah Berikrar untuk Memulihkan Kondisi Lautan

Konferensi PBB yang Bersejarah Berikrar untuk Memulihkan Kondisi Lautan

Oleh J Nastranis

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (IDN) – Laut sangatlah penting bagi kemanusiaan dan masa depan kita bersama dalam seluruh keberagamannya. Laut menyelimuti tiga perempat bagian dari planet kita, menghubungkan populasi dan pasar, dan merupakan bagian yang penting dari warisan alam dan kebudayaan kita.

Laut menyediakan hampir setengah dari oksigen yang kita hirup, menyerap lebih dari seperempat karbon dioksida yang kita embuskan, memegang peranan penting dalam siklus perairan dan sistem iklim, serta merupakan sumber penting bagi keanekaragaman hayati dan ekosistem planet kita.

Laut berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan ekonomi berbasis laut yang berkesinambungan, begitu juga dengan pemberantasan kemiskinan, keamanan pangan dan nutrisi, perdagangan dan transportasi maritim, serta pekerjaan dan mata pencaharian yang layak.

Mungkin ada yang berpikir bahwa kutipan dari Panggilan untuk Bertindak sebanyak 14 poin yang disusun sebagai konsensus dari Konferensi Kelautan yang diselenggarakan selama seminggu penuh oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ini merupakan pengetahuan umum, yang dipertimbangkan dengan serius oleh generasi-generasi di sepanjang sejarah.

Namun kenyataannya, banyak orang tampaknya tidak menyadari hal ini. Malahan, pertemuan yang diadakan pada 9 Juni di kantor pusat PBB di New York ini merupakan konferensi pertama yang diadakan tentang laut. Akan tetapi konferensi ini ditutup dengan persetujuan global untuk memulihkan kondisi laut yang semakin menurun, dan lebih dari 1.300 peserta berikrar untuk mengambil tindakan demi melindungi lautan.

Panggilan untuk Bertindak ini disetujui oleh konsensus yang terdiri atas para Kepala Negara dan Pemerintahan serta perwakilan senior, yang “menegaskan komitmen teguh kami dalam melestarikan dan menerapkan pemanfaatan yang berkesinambungan atas laut, samudra, dan sumber daya laut kami demi pembangunan yang berkelanjutan.”

“Kesadaran global akan masalah seputar lautan telah ditingkatkan,” Presiden Sidang Majelis Umum PBB, Peter Thomson, menyampaikan kepada para jurnalis di New York.

Thomson, yang negara asalnya Fiji mensponsori acara ini bersama dengan Swedia, mengatakan bahwa para penyelenggara mendapatkan apa yang mereka inginkan dari konferensi ini: “Saya benar-benar puas dengan hasil konferensi ini. Kami punya sasaran yang tinggi. Sasaran kami adalah memulai pembalikan siklus.”

Menjadi pembicara bersama dengan Thomson, Sekretaris Jenderal untuk Konferensi Kelautan, Wu Hongbo, berkata bahwa dokumen negosiasi ini mencantumkan daftar langkah-langkah spesifik “untuk mengimbau komitmen dan kemitraan global” demi lautan.

Poin-poin utama dari dokumen dan pembahasan politik ini (dari 5-9 Juni) akan menjadi bagian dari Forum Politik Tingkat Tinggi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan (HLPF), badan sentral PBB untuk menindaklanjuti dan meninjau Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang disetujui pada September 2015. HLPF dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan bulan depan di New York.

Sebagai tambahan atas Panggilan untuk Bertindak dalam politik, para peserta – yang juga terdiri atas ribuan perwakilan kelompok masyarakat, akademik, seniman, lembaga keuangan, dan para aktivis dan praktisi lainnya – berikrar untuk mengambil tindakan guna melestarikan dan menerapkan pemanfaatan yang berkesinambungan atas lautan, samudra, dan sumber daya laut. Ini adalah sasaran dari SDG14. Pada 9 Juni di siang hari, lebih dari 1.300 komitmen sukarela telah didaftarkan.

Wu, yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal untuk Bidang Ekonomi dan Sosial, menyebut angka ini “sangat mengesankan”, dan menegaskan bahwa komitmen-komitmen ini kini merupakan “daftar solusi untuk lautan”.

Dalam ‘Laut Kami, Masa Depan Kami: Panggilan untuk Bertindak’, para peserta menggarisbawahi karakter yang terintegrasi dan tak terpisahkan dari seluruh SDG, begitu juga dengan hubungan dan sinergi di antaranya, serta mengulangi pentingnya pedoman dalam Agenda 2030 bagi pekerjaan mereka, termasuk prinsip-prinsip yang ditegaskan kembali di dalamnya.

Mereka mengakui bahwa setiap negara menghadapi tantangan masing-masing dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, khususnya di negara yang kurang berkembang, negara berkembang terkurung daratan, negara berkembang kepulauan kecil, dan negara-negara di Afrika, termasuk negara-negara pesisir dan lainnya yang disebutkan dalam Agenda 2030. Terdapat juga berbagai tantangan serius dalam banyak negara-negara berpendapatan menengah.

Dalam Panggilan untuk Bertindak, mereka “mengulangi komitmen mereka untuk mewujudkan target Sasaran 14 dalam garis waktu yang ditentukan, dan perlunya melanjutkan tindakan ini dalam jangka panjang, dengan mempertimbangkan bermacam-macam realitas nasional, kapasitas, dan tingkat pembangunan, serta menghormati kebijakan dan prioritas nasional.” Mereka menyadari pentingnya target-target tertentu dalam Sasaran 14, khususnya untuk negara berkembang kepulauan kecil dan negara berkembang terkurung daratan.

Konferensi yang dihadiri oleh kurang lebih 6.000 peserta ini juga menyatakan bahwa ‘ini tanggung jawab kita semua atau tidak sama kali’. “Saat menyangkut lautan, ini adalah warisan bagi seluruh umat manusia. Tidak ada yang namanya Utara-Selatan, Timur-Barat saat menyangkut lautan,” ungkap Thomson. “Jika lautan berada dalam kondisi kritis, maka kita semua pun berada dalam kondisi kritis.”

Ia menegaskan bahwa dengan “memulai gerakan ini” di SDG 14, konferensi turut mendukung tindakan di seluruh 17 SDG, mendanai ilmu kelautan, tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk mengisi celah kapasitas,” ia menjelaskan.

Topik yang dibahas mencakup pencemaran laut oleh plastik sampai pengasaman laut dan penangkapan ikan ilegal – yang kemudian dikaitkan dengan topik pemberantasan kemiskinan, penanganan bencana kelaparan, peningkatan kesehatan, memastikan akses ke air dan sanitasi, dan sebagainya.

Bagi Thomson, keberhasilan konferensi ini dipengaruhi oleh para peserta yang berbeda-beda yang berkumpul bersama untuk berdiskusi dan bekerja bersama dengan “cara yang mengagumkan”.

Ia memuji “keterbukaan terhadap kelompok masyarakat, terhadap sektor sains, dan kelompok pribadi” dalam mematahkan pembagian yang tipikal antara pemerintah dan sektor lainnya. “Tidak ada yang namanya mereka dan kami. Ini adalah untuk kita semua, atau tidak sama sekali.”

Selain delapan sidang paripurna dan tujuh dialog kemitraan, Konferensi Kelautan ini meliputi 150 acara sampingan, 41 pameran dan wawancara di SDG Media Zone.

Ini termasuk sejumlah acara bersama New Oceans Advocate dan penyanyi sekaligus penulis lagu asal Australia yang telah diakui di seluruh dunia Cody Simpson, begitu juga dengan ahli Biologi Kelautan Douglas McCauley, seniman Aborigin Sid Bruce Short Joe, dan filantropis asal Spanyol.Álvaro de Marichalar.

Perpaduan dari berbagai kepribadian dan dukungan kuat untuk tindakan menciptakan “kreativitas dan rasa kesatuan” bagi tindakan untuk lautan, demikian ucap ketua bersama konferensi sekaligus Wakil Perdana Menteri Swedia, Isabelle Lovin.

Pada Hari Laut Sedunia yang diperingati pada 8 Juni, Sekretaris Jenderal PBB António Gut menarik perhatian pada kenyataan bahwa masa depan laut di planet ini terancam oleh berbagai masalah, seperti perubahan iklim, polusi, dan praktik penangkapan ikan yang tidak layak – serta kurangnya kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah ini.

“Memelihara dan memanfaatkan lautan secara berkesinambungan sangatlah penting guna mewujudkan sasaran ekologis dan ekonomis bagi seluruh komunitas di mana saja,” kata Guterres dalam sebuah pesan di Hari Laut Sedunia.

“Ke depannya, pelestarian dan pemanfaatan laut yang berkesinambungan dapat terwujud hanya jika kita mampu dengan efektif mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh lautan,” kata sang Sekretaris Jenderal, menegaskan bahwa “masa depan kita akan ditentukan oleh resolusi kita bersama untuk saling berbagi informasi dan mencari solusi untuk masalah kita bersama.”

Laut yang sehat memerlukan pengetahuan global yang mendalam mengenai ilmu kelautan, demikian ungkap Direktur Jenderal Irina Bokova dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dalam pesannya untuk Hari Laut Sedunia, dengan panggilan yang kuat untuk memberdayakan dan memanfaatkan pengetahuan ilmiah yang terbaik demi melindungi lautan yang penting bagi planet ini.

“Kita tidak dapat mengelola apa yang tidak dapat kita ukur, dan tidak ada satu negara pun yang mampu mengukur begitu banyaknya perubahan yang terjadi pada lautan. Dari Fiji sampai Swedia, dari Namibia sampai Arktik, semua Pemerintah dan mitra harus berbagi pengetahuan untuk menyusun kebijakan yang berdasarkan sains,” Bokova menambahkan. [IDN-InDepthNews – 12 Juni 2017]

Foto: Sekawanan Moorish Idol berenang melintasi terumbu karang, Ha’apai, Tonga. Oleh: UNEP GRID Arendal/Glenn Edney

Most Popular